Semakin tangguh seorang perempuan, maka semakin rapuh jiwanya...
Hidup itu anugerah, enggak ada jumlah uang yang cukup untuk menciptakan sebuah kehidupan. Hidup adalah pemberian. Pemberian dari yang tidak dikenal namun begitu nyata, Tuhan namanya. Tuhan.
Bill Gates bilang "Kamu lahir dalam keadaan miskin bukanlah kesalahanmu, tapi kalau hidupmu tetap miskin hingga akhir, itu adalah kesalahanmu."
Gue setuju, dan gue percaya itu. Enggak ada seorang pun di dunia ini yang memilih terlahir miskin. Miskin. Definisi miskin bagiku, mungkin berbeda dengan kamu dan yang lain. Identik sekali miskin dengan urusan material. Salah satunya bagiku jua. Tapi bukan hanya itu. Miskin di mataku lebih mengarah pada keadaan dimana sesuatu yang mungkin diagungkan adalah sesuatu yang menyedihkan, miris, bahkan menjijikan. Tak lepas jua kata miskin dariku.
Pada kasusku, mungkin miskin harta sangat menonjol. Bukan anak seorang jenderal ber-rumah mewah dan ber-body guard banyak. Jua bukan aku anak seorang pengusaha kaya yang bisa membolak-balikkan fakta. Uang dan materi bagiku adalah setiap tetes peluh yang terus diperas meski bertentangan dengan hati. Mau apa lagi, hanya itu jalannya bukan? Bukan! Aku sangat kontra dengan ini.
Materi, uang, harta, benda, rumah, tanah, mobil, perhiasan, bukan itu yang lantas buatku, mama, juga kakakku tidak pernah sepaham dengan paradigma yang umum. Memang... Terkadang dalam nyata yang aku selami saat hidup ini masih menyetubuhi ragaku, aku sulit sekali melepas diri dari kata miskin itu. Bukan orang kaya yang bisa mengeluarkan uang ntuk segala. Bukan anak seorang saudagar yang bermewah-mewah. Aku juga merasa terkadang hanya untuk makan, harus dulu menggali setiap receh dalam kantong. Aku juga merasa memasang senyum supermanis saat menolak sesuatu yang sumpah mati aku ingin, lagi hanya karena uang. aku pernah, bahkan masih.
Life is getting harder but i have a lot great people around me. thats called blessed.
Banyak orang yang tidak tahu, apalagi percaya akan kenyataan yang sebenarnya aku jalani. Mereka hanya melihat siapa dan seperti apa saat aku berbicara di depan mereka. Tidak seorangpun tahu kala air mata diam-diam membasahi rambut hingga ke bantal tidurku. Hanya dibalik sebuah senyum sepotong dunia telah aku sembunyikan. Bukan dilupa, bukan hilang, hanya kukantongi saat aku bersama orang lain.
Lalu? Aku sedih? Lalu jatuh? Lalu berharap dunia berakhir? Lalu menyerah? lalu marah? lalu mengiba? TIDAK! TIDAK untuk semua pertanyaan itu. aku pernah sedih, aku pernah berharap dunia berakhir, aku pernah terjatuh dan hampir menyerah, aku pernah ingin marah. Aku pernah tapi lebih tepat kusebut TIDAK, karena aku harus menjalani itu untuk mengerti siapalah seorang aku.
Aku bukan siapa-siapa, juga bukan apa-apa. Bukan seseorang jenius yang bisa menemukan banyak hal. Bukan seorang pandai yang bisa menggaet semua flying colour di rapot. Bukan aku! Semua orang bermimpi menjadi terkenal dengan gayanya masing-masing, tapi aku bermimpi untuk bisa melihat hari esok. Esok dan esoknya, esoknya lagi, sampai suatu saat Tuhan memberiku kesempatan memperbaiki masa lalu yang bisa dibeli dengan uang.
Tapi diantara ketidak eksisan aku dalam list kepopuleran aku adalah seorang yang pejuang yang hidup dan akan menjadi sesuatu. Mungkin bukan sekarang sesuatu itu menjadi nyata, tapi juga bukan mustahil, dan pasti akan jadi. Aku pernah hampir menyerah, tapi karena perasaan itu aku berdiri. Aku berdiri menggali dan mengenali lebih baik siapa seorang aku. Dan pahlawanku adalah seorang semu yang amat kupercayai, seiring aku mempercayai sesosok bernama Tuhan, dialah mimpi. Ya mimpi, yang menyelamatkan aku dari kesedihan meski berjiwa di sebuah mukzizat yang disebut hidup.
Bermimpilah setinggi mungkin, dan Tuhan akan memeluk mimpimu
Aku melihat ke atas saat aku berada di bawah, bahwa di atas sana, akan aku rubah dan meletakkan tokoh 'aku' di sana. Ya kontradiksi dengan wejangan lama yang mendarah daging di masayarakat, melihatlah kebawah karena ada yang lebih rendah. Itu bukan untuk aku. Dan setiap langkahku, membawaku lebih tinggi dan lebih jauh dari dasar kesedihan itu. Di atas langit masih ada langit, ya benar, tapi siapa pula bisa mengukur kata atas itu menjadi sejauh mana atas yang kupandang? Mimpi itu membawaku terus menanjak, walau kadang aku lelah dan ingin menepi meneguk nafas.
Menjadi orang lain, bukanlah jalan keluar dari masalah yang kau anggap tanpa jalan keluar...
Banyak hal yang seorang aku sembunyikan dari mereka-mereka sekalipun yang sangat kupercayai. Karena aku bukan orang yang senang berbasa-basi dengan kesedihanku. Telingaku untuk mendengar, mendengar apa saja yang bisa kudengar. Keluh kesah, sedih susah, atau jerit bahagia, serta mimpi. Kau bisa tarik aku untuk mendengarmu, dan telingaku serta hatiku kugelar untukmu. Mataku untuk melihat, menyimak, dan merekam. Saksi yang memang bisu, tapi tidak mati. Aku mudah berubah suasana, tapi mimpiku tetap menyala, berkobar, dan tak kubiarkan untuk redup apalagi mati.
There is a will, there is a way... Impossible is nothing!
Lagi, mimpi adalah pahlawanku, dan itu nyata. Aku bermimpi bisa menyuarakan pikiranku, pops! maka jadilah tulisan. Aku bermimpi menggambarkan kejujuran, pops! dan film itu selesai. Bukan tanpa hasil, justru langkahku makin dimantapkan. Tidak pernah ada jalan yang buntu, hanya ada jalan yang tepat dan jalan yang belum waktunya. Begitu juga saat ini. Aku bukan siapa-siapa sedang berusaha melakukan banyak hal untuk menjadikan aku seseorang dan sesuatu. Membenarkan kata-kata Bill Gates soal merubah nasib, juga merangkai mimpi.
Sekarang aku berada di dasar, di dasar level yang lain. Hidupku sedang di uji. Juga hatiku, serta kepercayaanku pada Tuhan. Aku sepertinya berubang keberuntungan, selalu ada tameng indah yang mengaggumkan dibalik sebuah kekecewaan yang nyaris membantingku ke jurang. Selalu ada. Tuhan Maha Baik. Ada yang sungguh tahu mengapa aku disini, menjadi aku yang saat ini? Berbeda dengan remaja seusiaku, ada yang tau? Aku tahu, dan mamaku tahu. Untuk itu aku bermimpi.
Ada mimpi lagi yang tinggi yang sedang kusampaikan pada Tuhan, Tuhan sedang menimbang, dan aku belum juga tahu jawabnya. Bukan penolakkan pasti, bisa jadi sebuah negosiasi. Dalam logika mimpiku jauh dari batas wajar, tidak mungkin, tapi di bawah kuasa Tuhan yang kupercaya, itu adalah mudah. Dan aku tidak sendiri, aku punya orang-orang hebat yang selalu disayangi Tuhan dengan caranya masing-masing.
Mama, aku hidup karena mama, dan akan terus berjuang dan bermimpi karena mama. Aku tahu seperti apa keadaan mama, tapi aku belum bisa banyak membantu. Dan untuk mama aku tidak mau menyerah, karena mama tidak pernah menyerah. Dan akku juga tidak boleh. Mungkin caraku berbeda, dan belum benar kutunjukkan itu.
Masih ada kakak, tanteku yang luar biasa lembut hatinya, juga om dan tante yang lain, tentu nenekku. Masih punya teman-teman yang meski tidak sepenuhnya mengerti, selalu ada dan menyemangati dalam keterbatasan dan pemikirannya masing-masing. Mereka percaya pada mimpiku, mereka percaya padaku. Tentu aku harus percaya pada diri yang sudah lancang berani bertaruh bersama mimpi. Dan itu jalanku.
Tulisan ini belum berakhir, akan berakhir ketika satu persatu akan kupersembahkan sebuah pengakuan soal mimpi yang langkah demi langkah menjadi nyata. Ini bukan kesombongan, ini sebuah keyakinan, ini sebuah optimisitas. Boleh kalian berlontar soal apa saja yang ada dipikiran, tapi tidak ada izin untuk satupun dari kalian mematikan mimpiku.
Saat ini aku memang miskin, terutama soal harta, tapi aku kaya akan mimpi dan keyakinan, aku kaya akan dukungan dari orang-orang yang luar biasa. Aku berjuang dan Tuhan yang memodali perangku. Menang adalah mutlak, dengan definisi kemenangan yang sangat abstrak yang aku miliki, bukan kemenangan bagi kamu atau yang lain. Aku disini untuk sebuah kejujuran dan juga kerashati untuk tidak merasa rendah ataupun jatuh atas sebuah kejujuran.
Mimpi akan semakin kuat untuk Tuhan hadiahkan menjadi nyata bia diiringi doa, semakin banyak doa dan yang mendoakan semakin nyata itu dekat.
Doa... Doa seorang ibu adalah rayuan termanis yang Tuhan terima. Tapi bukan kah rayuan itu akan jua terwujud bila diiringi doa doa dan doa dari yang lainnya. Aku butuh doa itu. Mari bermimpi bersamaku, mari berdoa bersamaku. Jangan kasihan yang kau beri, beri aku doamu. beri aku sedikit dari doamu. Meski terima kasih tak pernah cukup membalas sebuah doa.
Dan aku hanya menjadi aku dengan berselimut mimpi. Dalam segala rasa dan dalam segala prasangka. Karena aku tetaplah aku.
mimpi... akan menyambung lagi kata-kataku nanti :)
No comments:
Post a Comment